Sore itu si Karto tampak deleg-deleg mandangi ketupat yang
baru saja di masak sama mbok Darmi..dan kbetulan pula simbah
lewat..eh..sekonyong2 di cegat sama si Karto.......
" Mbah....mbah....sbntar mbah....sini mampir sbentar
mbah...monggo..."
" Ada apa to Karto..kok sajaknya ada yg mau di
bingcarakan..."
" Bgini mbah....saya itu heran, knapa to mbah..kalo
lebaran..orang2 kok sibuk mbikin dan masak
ketupat...mesti ada sejarahe ini mbah....apa itu
mbah...?"
" Oooo..itu to...layak..dari tadi kok kamu menthelengi
kupat karo gedeg-gedeg gitu...."
" Iya kok mbah....hla pingin ngerti ada apa gitu lho
mbahh..."
" Hmm....bgini lho le....memang pada umumnya orang2
skarang itu banyak yg ndak paham kok...padahal itu mengandung Philosopi yag
maknanya dalem banget lho....
Kamu tahu to kalo Kupat itu bahan dsarnya Janur....ya
to...Janur itu sendiri maknanya yaitu “jatining nur” atau bisa diartikan hati
nurani. Dan anyaman yg rumit dan saling mengait itu bermakna perihal hidup
manusia yg serba ribet dan saling bersikut-sikutan karena nafsu manusia...Jadi
ketupat itu simbol dari nafsu dunia yang bisa ditutupi oleh hati nurani. setiap
manusia itu punya hawa nafsu, tetapi nafsu itu bisa dikendalikan atau dikekang
oleh hati nurani.
Ketupat sendiri beberapa arti, diantaranya adalah
mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia, dilihat dari rumitnya anyaman
bungkus ketupat. Yang kedua, mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah
mohon ampun dari segala kesalahan, dilihat dari warna putih ketupat jika
dibelah dua. Yang ketiga mencerminkan kesempurnaan, jika dilihat dari bentuk
ketupat. Semua itu dihubungkan dengan kemenangan umat Muslim setelah sebulan
lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak hari yang fitri.
Bentuk persegi ketupat juga diartikan masyarakat Jawa sebagai
perwujudan kiblat papat limo pancer. Ada yang memaknai kiblat papat limo pancer
ini sebagai keseimbangan alam: 4 arah mata angin utama, yaitu timur, selatan,
barat, dan utara. Akan tetapi semua arah ini bertumpu pada satu pusat (kiblat).
Bila salah satunya hilang, keseimbangan alam akan hilang. Begitu pula hendaknya
manusia, dalam kehidupannya, ke arah manapun dia pergi, hendaknya jangan pernah
melupakan pancer (tujuan): Tuhan yang Maha Esa.
Kiblat papat limo pancer ini dapat juga diartikan sebagai 4
macam nafsu manusia dalam tradisi jawa:
marah (emosi), aluamah (nafsu lapar), supiah (memiliki
sesuatu yg bagus), dan mutmainah (memaksa diri). Keempat nafsu ini adalah empat
hal yang kita taklukkan selama berpuasa, jadi dengan memakan Ketupat, disimbolkan
bahwa kita sudah mampu melawan dan menaklukkan hal ini.
Kupat merupakan kependekan dari “ngaku lepat” atau mengakui
kesalahan. Itulah mengapa setiap Hari Raya Idul Fitri selalu ada tradisi saling
memaafkan."
" Ooo....gitu to mbah.... trus kalo Lebaran mbah..?
heheh skalian nanya njeh mbah.."
Lebaran erat kaitannya dengan “Laku Papat” ini. Keempat
tindakan itu adalah Lebaran, Luberan, Leburan, Laburan.
" Lebaran, berasal dari kata “Lebar” (selesai)
Luberan, berasal dari kata “Luber” (meluap/melimpah) Kata
ini memberikan pesan untuk berbagi dengan sesama terutama dengan orang yang
kurang beruntung, yakni sedekah secara ikhlas, seperti lubernya air dari
tempatnya. Hal ini juga dapat kita jumpai pada bulan Ramadhan yakni pemberian
zakat fitrah, infaq dah sedekah.
Leburan, (melebur/menghilangkan) Seiring dengan pengertian
“ngaku lepat“, yakni mengakui kesalahan dan saling memohon maaf. Dalam
masyarakat Jawa, permohonan maaf ini biasanya dilakukan dengan tradisi
sungkeman, yakni permohonan maaf dari orang yang lebih muda kepada yang lebih
tua atau dari anak kepada orang tuanya. Kalimat yang biasanya diucapkan adalah
“Mugi segedo lebur ing dinten meniko” maksudnya semua kesalahan dapat dilepas
dan dimaafkan pada hari tersebut.
Laburan, dari kata “Labur” atau kapur (bahan untuk
memutihkan dinding)
Kebiasaan masyarakat Jawa sebelum Lebaran adalah melabur
atau memutihkan dinding rumah agar terlihat bersih pada saat Lebaran. Hal ini
juga memberikan pesan bahwa agar senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.
Jadi setelah melaksanakan Leburan (saling memaafkan) dipesankan untuk selalu
menjaga sikap dan tindakan yang baik, sehingga mencerminkan budi pekerti yang
baik pula.
Ketupat saat lebaran sangat nikmat jika disandingkan dengan
opor ayam. Hidangan daging ayam yang dimasak dengan kuah santan ini sangat
cocok jika disantap dengan ketupat. Seperti halnya ketupat yang berarti “ngaku
lepat“, opor ayam yang dibuat dari santan juga punya filosofinya tersendiri.
Santan atau santen bagi orang jawa diartikan sebagai
“pangapunten” atau memaafkan. Jadi kurang lebih makna dari ketupat dan opor
adalah, jika mengakui kesalahan maka maafkanlah.
Inilah mengapa pada saat Idul Fitri ada tradisi saling
memaafkan. Walaupun banyak orang bilang bahwa tak perlu menunggu Lebaran untuk
meminta maaf, nyatanya banyak sekali kesalahan yang belum kita mintakan maaf
maupun kita maafkan sebelum datangnya hari yang fitri tersebut. Hantaran “Kupat
Santen” sebagai perlambang permintaan maaf sudah seharusnya dibalas dengan
melakukan hal yang sama. Artinya, selain meminta maaf, kita juga harus bersedia
memberi maaf.
" Ooo...ngono tow mbah.....dong sekarang saya
mbah....."
" Hla endi To.....wes matengan durung......?"
Sekelumit catetan...smoga ada mangpaatnya......suwun
0 comments:
Post a Comment