+6287849159916

Saturday 18 April 2015

Filosofi Ketupat


Sore itu si Karto tampak deleg-deleg mandangi ketupat yang baru saja di masak sama mbok Darmi..dan kbetulan pula simbah lewat..eh..sekonyong2 di cegat sama si Karto.......
" Mbah....mbah....sbntar mbah....sini mampir sbentar mbah...monggo..."
" Ada apa to Karto..kok sajaknya ada yg mau di bingcarakan..."
" Bgini mbah....saya itu heran, knapa to mbah..kalo lebaran..orang2 kok sibuk mbikin dan masak
ketupat...mesti ada sejarahe ini mbah....apa itu mbah...?"
" Oooo..itu to...layak..dari tadi kok kamu menthelengi kupat karo gedeg-gedeg gitu...."
" Iya kok mbah....hla pingin ngerti ada apa gitu lho mbahh..."
" Hmm....bgini lho le....memang pada umumnya orang2 skarang itu banyak yg ndak paham kok...padahal itu mengandung Philosopi yag maknanya dalem banget lho....
Kamu tahu to kalo Kupat itu bahan dsarnya Janur....ya to...Janur itu sendiri maknanya yaitu “jatining nur” atau bisa diartikan hati nurani. Dan anyaman yg rumit dan saling mengait itu bermakna perihal hidup manusia yg serba ribet dan saling bersikut-sikutan karena nafsu manusia...Jadi ketupat itu simbol dari nafsu dunia yang bisa ditutupi oleh hati nurani. setiap manusia itu punya hawa nafsu, tetapi nafsu itu bisa dikendalikan atau dikekang oleh hati nurani.

Ketupat sendiri beberapa arti, diantaranya adalah mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia, dilihat dari rumitnya anyaman bungkus ketupat. Yang kedua, mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah mohon ampun dari segala kesalahan, dilihat dari warna putih ketupat jika dibelah dua. Yang ketiga mencerminkan kesempurnaan, jika dilihat dari bentuk ketupat. Semua itu dihubungkan dengan kemenangan umat Muslim setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak hari yang fitri.

Bentuk persegi ketupat juga diartikan masyarakat Jawa sebagai perwujudan kiblat papat limo pancer. Ada yang memaknai kiblat papat limo pancer ini sebagai keseimbangan alam: 4 arah mata angin utama, yaitu timur, selatan, barat, dan utara. Akan tetapi semua arah ini bertumpu pada satu pusat (kiblat). Bila salah satunya hilang, keseimbangan alam akan hilang. Begitu pula hendaknya manusia, dalam kehidupannya, ke arah manapun dia pergi, hendaknya jangan pernah melupakan pancer (tujuan): Tuhan yang Maha Esa.

Kiblat papat limo pancer ini dapat juga diartikan sebagai 4 macam nafsu manusia dalam tradisi jawa:
marah (emosi), aluamah (nafsu lapar), supiah (memiliki sesuatu yg bagus), dan mutmainah (memaksa diri). Keempat nafsu ini adalah empat hal yang kita taklukkan selama berpuasa, jadi dengan memakan Ketupat, disimbolkan bahwa kita sudah mampu melawan dan menaklukkan hal ini.

Kupat merupakan kependekan dari “ngaku lepat” atau mengakui kesalahan. Itulah mengapa setiap Hari Raya Idul Fitri selalu ada tradisi saling memaafkan."

" Ooo....gitu to mbah.... trus kalo Lebaran mbah..? heheh skalian nanya njeh mbah.."
Lebaran erat kaitannya dengan “Laku Papat” ini. Keempat tindakan itu adalah Lebaran, Luberan, Leburan, Laburan.

" Lebaran, berasal dari kata “Lebar” (selesai)

Luberan, berasal dari kata “Luber” (meluap/melimpah) Kata ini memberikan pesan untuk berbagi dengan sesama terutama dengan orang yang kurang beruntung, yakni sedekah secara ikhlas, seperti lubernya air dari tempatnya. Hal ini juga dapat kita jumpai pada bulan Ramadhan yakni pemberian zakat fitrah, infaq dah sedekah.

Leburan, (melebur/menghilangkan) Seiring dengan pengertian “ngaku lepat“, yakni mengakui kesalahan dan saling memohon maaf. Dalam masyarakat Jawa, permohonan maaf ini biasanya dilakukan dengan tradisi sungkeman, yakni permohonan maaf dari orang yang lebih muda kepada yang lebih tua atau dari anak kepada orang tuanya. Kalimat yang biasanya diucapkan adalah “Mugi segedo lebur ing dinten meniko” maksudnya semua kesalahan dapat dilepas dan dimaafkan pada hari tersebut.

Laburan, dari kata “Labur” atau kapur (bahan untuk memutihkan dinding)
Kebiasaan masyarakat Jawa sebelum Lebaran adalah melabur atau memutihkan dinding rumah agar terlihat bersih pada saat Lebaran. Hal ini juga memberikan pesan bahwa agar senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin. Jadi setelah melaksanakan Leburan (saling memaafkan) dipesankan untuk selalu menjaga sikap dan tindakan yang baik, sehingga mencerminkan budi pekerti yang baik pula.

Ketupat saat lebaran sangat nikmat jika disandingkan dengan opor ayam. Hidangan daging ayam yang dimasak dengan kuah santan ini sangat cocok jika disantap dengan ketupat. Seperti halnya ketupat yang berarti “ngaku lepat“, opor ayam yang dibuat dari santan juga punya filosofinya tersendiri.

Santan atau santen bagi orang jawa diartikan sebagai “pangapunten” atau memaafkan. Jadi kurang lebih makna dari ketupat dan opor adalah, jika mengakui kesalahan maka maafkanlah.

Inilah mengapa pada saat Idul Fitri ada tradisi saling memaafkan. Walaupun banyak orang bilang bahwa tak perlu menunggu Lebaran untuk meminta maaf, nyatanya banyak sekali kesalahan yang belum kita mintakan maaf maupun kita maafkan sebelum datangnya hari yang fitri tersebut. Hantaran “Kupat Santen” sebagai perlambang permintaan maaf sudah seharusnya dibalas dengan melakukan hal yang sama. Artinya, selain meminta maaf, kita juga harus bersedia memberi maaf.

" Ooo...ngono tow mbah.....dong sekarang saya mbah....."
" Hla endi To.....wes matengan durung......?"


Sekelumit catetan...smoga ada mangpaatnya......suwun

0 comments: